Senin, 15 Agustus 2011

FADHILAH SHOLAT TARAWIH

Shalat tarawih di bulan ramadan hukumnya sunnah muakkad bagi umat islam .Oleh sebab itu usahakan kita jangan sampai meninggalkan bulan ramadan .Dibawah ini adalah fadhilah / pahala salat tarawih tiap malamnya:
Malam ke-1   : Orang mu’min diampuni dosanya ,bersih seperti bayi lahir dari kandungan ibunya
Malam ke-2   :Allah mengampuni dosa kita dan kedua orang tua(Bapak-ibu)kita
Malam ke-3 :Malaikat memanggil dari alam ‘Arasy,berseru:”Segeralah kamu beramal,Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu”
Malam ke-4   : Diberi pahala Sebanyak membaca Taurat,Injil,Zabur,Al-Qur’an
Malam ke-5  :Diberi pahala sebanyak shalat di Masjidil haram,Masjidil Aqsha,dan Masjid Nabawi
Malam ke-6 : Diberi pahala sebanyak pahala tawaf di Baitul Makmur,dan setiap batu-batuan dan Tanah liat beristighfar untuknya
Malam ke-7 :Seolah-olah bertemu Nabi Musa berjuang bersama melawan Firaun dan Haman
Malam ke-8 : Diberi segala apa yang diterima oleh Nabi Ibrahim
Malam ke-9 :Seolah-olah beribadah seperti yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW
Malam ke-10 : Diberi kebaikan dunia akhirat
Malam ke-11 : Bakal meniggal dunia bersih dari segala dosa seperti bayi yang baru dilahirkan
Malam ke-12 : Wajah kita akan bercahaya seperti bulan purnama dihari kiamat
Malam ke-13 : Kelak dihari kiamat akan aman dari segala kejahatan
Malam ke-14 : Dibebaskan dari hisab,dan para malaikat memberi kesaksian atas ibadah tarawih kita
Malam ke-15 : malaikat bersholawat pada kita,penaggung ‘Arasy dan kursi
Malam ke-16 : Dibebaskan dari segala siksa neraka dan bebas pula masuk surga
Malam ke-17 : Diberi pahala yang diterima para nabi
Malam ke-18 : Malaikat memanggil “Ya hamba Allah,engkau dan kedua orang tuamu telah diridhoi oleh Allah SWT
Malam ke-19 : Ditinggikan derajatnya di surga Firdaus
Malam ke-20 : Diberi pahala syuhadak dan sholihin
Malam ke-21 : Dibangunkan sebuah gedung Nur di surga
Malam ke-22 : Akan aman dihari kiamat dari bencana yang menyedihkan dan menggelisahkan
Malam ke-23 : Dibangunkan sebuah kota di surga
Malam ke-24 : Doa yang dipanjatkan sebanyak 24 doa akan dia kabulkan
alam ke-25 : Dibebaskan dari siksa kubur
Malam ke-26 : Ditingkatkan pahalanya 40 tahun
Malam ke-27 : Melintasi jembatan shirat bagai kilat menyambar
Malam ke-28 : Dnggikan derajatnya 1000 tingkat disurga
Malam ke-29 : Diberi pahala sebanyak 1000 haji mabrur
Malam ke-30 Diseru Allah SWT dengan firmanNya,”Ya Hambaku,silakan makan buah-buahan Surga,silakan mandi air Salsabil,dan minumlah dari telaga Kautsar,Akulah Tuhanmu dan kamu adalah hambaku”
sumber: kitab durratun nashihiin hal 18-19
Nah sekarang kita sudah tahu semua pahala salat tarawih.Semoga kita lebih baik di tahun depan . Amien

Sabtu, 13 Agustus 2011

Ramadhan Kareem 1432 H

Kala pintu neraka ditutup rapat,
dan setan pun diikat erat.
Lebar terbuka pintu-pintu surga,
semoga rahmat Allah di sisi Anda.
Ramadhan telah membayangi kita,
satu malamnya setara 1000 bulan pahala.
Bersabarlah demi ridha Ar-Rahman,
belatih sebulan untuk memperkuat iman.
Jangan lewatkan Ramadhan ini, bisa jadi ia terakhir bagimu.
Luruskan niat kepada ilahi, jaga dan sempurnakan puasamu.
Besok mungkin sudah tak ada lagi, raup semua pahalamu.
Setiap kesempatan bernilai tinggi, sematkan Allah di hatimu.

Senin, 08 Agustus 2011

KEAJAIBAN AL QUR’AN



OLEH : PROF. HARUN YAHYA
Sebelumnya telah kita bahas bahwa mukjizat terbesar
yang dikaruniakan kepada Nabi SAW adalah Al Qur’an. Al Qur’an diwahyukan
kepada umat manusia 1.400 tahun yang lalu, namun ada beberapa kenyataan
yang diwahyukan dalam Al Qur’an yang maknanya hanya bisa kita buktikan
baru-baru ini.

Dari planet-planet hingga bintang-bintang, manusia hingga hewan,
Allah menciptakan segalanya di alam semesta. Allah telah mengetahui
segalanya yang belum kita temukan hingga sekarang dan Dia memberi
tahu kita tentang beberapa di antaranya dalam Al Qur’an. Kita hanya
bisa mengetahuinya jika Allah menghendakinya, sehingga kita tahu
bahwa ini adalah mukjizat dari Allah.

7772.jpg
Al Qur’an berisi banyak keajaiban ilmu pengetahuan.
Di sini, kita akan membahas beberapa di antara mukjizat Al Qur’an.
(Untuk informasi lebih lanjut kalian bisa membaca buku Keajaiban
Al Qur’an.)

Bagaimana Alam Semesta Tercipta
1101.jpg
Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur’an
dengan ayat-ayat berikut dan dalam banyak ayat lainnya:

Dia-lah Yang memulai penciptaan langit dan bumi…
(QS Al-An’aam: 101)

Dalam bagian pertama buku ini, kita telah membahas
secara terperinci bagaimana alam semesta terjadi dari belum ada
sama sekali pada 15 miliar tahun yang lalu. Dengan kata lain, alam
semesta tiba-tiba muncul dari ketiadaan.

Hanya ilmu pengetahuan di abad kedua puluh yang bisa membuat kita
menemukan bukti-bukti ilmiah tentang peristiwa besar ini. Oleh sebab
itu, mustahil mengetahuinya 1.400 tahun yang lalu (pada saat Nabi
SAW hidup). Akan tetapi, ini justru telah disebutkan dalam ayat
tadi, Allah memberi tahu kita kenyataan ini ketika Al Qur’an diwahyukan.
Inilah keajaiban Al Qur’an dan salah satu bukti bahwa Al Qur’an
adalah perkataan Allah.

Garis Edar
111.jpg
Mungkin banyak di antara kalian yang tahu bahwa bumi
kita dan planet-planet lainnya memiliki garis edar. Memang, tidak
hanya planet-planet di Tata Surya kita saja yang memiliki garis
edar, tetapi juga semua benda-benda langit di alam semesta memiliki
garis-garis edarnya sendiri. Jadi, semua benda langit bergerak pada
jalur-jalur yang telah ditentukan dengan sangat tepat. Inilah bukti
ilmiah yang baru diketahui oleh para ilmuwan baru-baru ini, tetapi
telah diwahyukan dalam Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.

Dan Dia-lah Yang telah menciptakan malam dan siang,
matahari dan bulan. Masing-masingnya beredar di dalam garis edarnya.
(QS Al-Anbiya: 33)

Seperti kalian baca dalam ayat ini, Allah memberi
tahu kita tentang kenyataan ilmiah yang baru saja ditemukan belum
lama ini. Pada saat Al Qur’an diwahyukan, orang-orang tidak tahu
bahwa benda-benda langit bergerak dalam garis-garis edar yang tetap.
Tetapi Allah mengetahui segalanya dan memberi tahu apa yang dikehendaki-Nya
kepada hamba-Nya.

Lautan yang Tidak Saling Bercampur
Salah satu sifat lautan yang baru saja ditemukan ilmuwan
telah diwahyukan dalam satu ayat Al Qur’an sebagai berikut:

Dia membiarkan dua lautan mengalir, yang keduanya
bertemu, (tetapi) di antara keduanya ada batas yang tidak bisa dilewati
oleh masing-masingnya. (QS Ar-Rahman: 19-20)

Sifat lautan ini, yaitu saling bertemu, tetapi tidak
saling bercampur sama sekali, baru saja ditemukan oleh ahli lautan.
Karena gaya fisika yang disebut dengan “tegangan permukaan”,
perairan di lautan yang saling berdekatan tidak akan bercampur.
Karena disebabkan oleh perbedaan kekentalan air tersebut, tegangan
permukaan mencegah kedua lautan tersebut saling bercampur, seolah
ada dinding tipis di antara mereka.

Yang menarik, di masa ketika manusia tidak mempunyai pengetahuan
fisika, tegangan permukaan atau ahli lautan, pengetahuan ini telah
diwahyukan di dalam Al Qur’an.

Bentuk Bumi yang Bulat
114.jpg
Pengetahuan
astronomi (ilmu tentang benda langit) pada saat Al Qur’an diwahyukan
memandang dunia dengan cara berbeda. Beberapa orang menganggap bahwa
bumi ini datar, meskipun ada yang menganggap sebaliknya. Tetapi
kenyataan bahwa bumi itu bulat tidaklah diketahui oleh semua orang.
Akan tetapi, dari ayat Al Qur’an bisa dipahami secara tidak langsung,
bahwa bentuk bumi adalah bulat. Ayat yang sesuai tentang ini berbunyi:

Dia menciptakan langit dan bumi dengan tujuan
yang benar. Dia menutupkan (takwir) malam atas siang dan menutupkan
(takwir) siang atas malam… (QS Az-Zumar: 5)

Kata berbahasa Arab ”takwir” diterjemahkan
dengan ”menutupkan” dalam ayat di atas. Dalam Bahasa
Indonesia, kata ini berarti melilitkan sesuatu pada benda lain,
hingga terlipat seperti kain yang digulung”. Siang dan malam
yang saling melilit ini hanya bisa terjadi jika bumi itu bulat.
Tetapi, seperti disebutkan di atas, orang-orang Arab yang hidup
1.400 tahun yang lalu beranggapan bahwa bumi itu datar. Ini berarti
bahwa bulatnya bumi diberitahukan secara tidak langsung dalam Al
Qur’an, yang diwahyukan pada abad ketujuh. Hal ini karena Allah
mengajarkan kebenaran kepada umat manusia. Persoalan ini, yang disebutkan
dalam kitab yang diwahyukan oleh Allah, baru diperjelas dalam abad-abad
setelahnya oleh para ilmuwan.

Karena Al Qur’an adalah perkataan Allah, perkataan yang paling benarlah
yang digunakan untuk menggambarkan alam semesta. Mustahil seorang
manusia mengetahui dan bisa memilih kata-kata tersebut. Karena Allah-lah
yang mengetahui segalanya, Dia bisa menyampaikan kenyataan ini kepada
manusia kapan pun Dia kehendaki.

Sidik Jari
36.jpg
Ketika Al Qur’an menyatakan bahwa adalah mudah bagi Allah untuk menghidupkan
manusia kembali setelah mati, Allah menyuruh kita untuk memperhatikan
sidik jari manusia.

Apakah manusia mengira bahwa
Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Sekali-kali
tidak, sungguh Kami berkuasa menyusun (kembali) setiap ujung jemarinya
dengan sempurna. (QS Al-Qiyamah: 3-4)

Menghidupkan kembali tubuh manusia yang telah hancur
membusuk adalah sangat mudah bagi Allah. Sekarang, perhatikanlah
sidik jarimu. Sidik jari semua orang berbeda satu sama lain. Jika
kalian punya saudara kembar, sidik jari mereka juga berbeda. Setiap
orang yang hidup atau yang pernah hidup di dunia ini mempunyai bentuk
sidik jari yang berbeda. Itulah mengapa sidik jari itu sama khasnya
dengan identitas seorang manusia.

Allah Yang Maha Kuasa bisa menciptakan kita kembali, hingga perincian
terkecilnya. Di sini, kita perlu mencamkan bahwa pentingnya sidik
jari dan bahwa setiap orang memiliki sidik jari yang khas dimilikinya
baru ditemukan di abad kesembilan belas. Tetapi Allah telah menyuruh
kita memperhatikan ujung-ujung jari kita pada 1.400 tahun yang lalu
dalam Al Qur’an.

Ada beberapa persoalan lain yang secara ajaib diterangkan dalam
Al Qur’an. Kita hanya akan membahas beberapa di antaranya di sini.
Namun semua ini sudah cukup untuk menjelaskan bahwa Al Qur’an adalah
perkataan Allah. (Untuk informasi lebih lanjut, kalian bisa membaca
buku Keajaiban Al Qur’an karya Harun Yahya.)

Allah memberi tahu kita tentang hal berikut mengenai Al Qur’an:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an?
Seandainya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
akan menemukan pertentangan yang banyak di dalammya. (QS An-Nisaa’:
82)
Seperti telah dijelaskan dalam ayat di atas, Al Qur’an
memberikan informasi yang akurat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan,
semakin banyak keajaiban yang diterangkan di dalam Al Qur’an yang
terungkap. Keajaiban-keajaiban Al Qur’an ini membuktikan bahwa Al
Qur’an adalah wahyu dari Allah. Di sini, adalah kewajiban kita untuk
mempelajari dan mengamalkan perintah-perintah Al Qur’an secara seksama.

Allah memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada Al Qur’an dalam
banyak ayat. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan,
yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi
rahmat. (QS Al-An’aam: 155)

…adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki,
tentulah ia memperhatikannya. (QS ‘Abasa: 11-12)

Malam kemuliaan turunnya Al Qur`an




Assalamu`alaikum Warohmatullah hi Wabarokatuh
Nuzulul Qur’an yang secara harfiah berarti turunnya Al Qur’an adalah istilah yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama kepada nabi dan rasul terakhir agama Islam yakni Nabi Muhammad SAW.
Ramadlan adalah bulan diturunkannya al-Quran. Turunnya al-Quran dari Allah SWT kepada Rasullullah SAW diperingati setiap tanggal 17 ramadhan.
Penting bagi kita untuk mengetahui sejarah turunnya Al Qur`an, agar menambah keteguhan iman kita kepada kitab Allah SWT dan tetap pada Ajaran Islam. Apabila kita tidak mengetahui sejarah, maka kecenderungan akan mengulangi sejarah seperti masa lalu ketika terjadinya pemalsuan al-Qur’an pada masa-masa awal Islam.
Pemalsuan terhadap al-Quran bukan tidakmungkin terjadi lagi, mengingat bebasnya dan maraknya ajaran-ajaran “nyeleneh” yang bermunculan. Wacana tentang sejarah al-Quran, seperti bagaimana al-Qur’an diturunkan, bagaimana para ulama’ menjaga al-Quran dari masa ke masa perlu diketahui oleh ummat Islam. Bagimana sejarah turunnya al-Qur’an tersebut? dan apa yang dapat kita ambil pelajaran dari sejarah turunnya al-Qur’an? Istilah turunnya al-Qur’an berasal dari kata “nazala, yanzilu nazlan” yang artinya turun. Sedangkan nuzul al-Qur’an adalah turunnya al-Quran kepada nabi Muhammad SAW.
Surat Al Qur`an yang pertama kali Turun adalah surat Al Alaq [96] ayat 1-5. Surat Al ‘Alaq terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah. Ayat 1 sampai dengan 5 dari surat ini adalah ayat-ayat Al Quran yang pertama sekali diturunkan, yaitu di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berkhalwat di gua Hira’. Surat ini dinamai Al ‘Alaq (segumpal darah), diambil dari perkataan Alaq yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini dinamai juga dengan Iqra atau Al Qalam.
Pokok-pokok isinya:
Perintah membaca Al Quran; manusia dijadikan dari segumpal darah; Allah menjadikan kalam sebagai alat mengembangkan pengetahuan; manusia bertindak melampaui batas karena merasa dirinya serba cukup; ancaman Allah terhadap orang-orang kafir yang menghalang-halangi kaum muslimin melaksanakan perintah-Nya.
Berikut suratnya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya


Waalaikum salam Warohmatullah hi Wabarokatuh
http://www.rayofshadow.com/blog/malam-kemuliaan-turunnya-al-quran/)

Mengais Hikmah Nuzulul Qur’an


Al-Quran merupakan f irman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.
Pada kenyataannya, Al-Quran benar-benar telah mengepung level kecil klasik kesusastraan jahiliyah untuk memperkenalkan pemikiran keagamaan dan konsep-konsep monoteistiknya ke dalam Bahasa Arab. Ia juga menciptakan design dahsyat dalam Bahasa Arab dengan mengubah instrument-instrument teknis pengungkapannya.
Pada satu sisi, ia menggantikan syair metrik dengan bentuk ritmenya sendiri yang tak tertirukan, dan pada sisi lain memperkenalkan konsep-konsep dan tema-tema baru yang mengarah kepada arus besar monoteisme.
Luas dan keberagaman tema Al-Quran merupakan hal yang sangat unik. la menembus sudut pandang paling kabur dalam pikiran manusia, menembus dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang yang tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-gerik jiwanya.
Al-Quran juga mengalihkan perhatiannya kepada masa lalu yang jauh dalam sejarah perjalanan ummat manusia sekaligus mengarah ke masa depannya dengan tujuan mengajarkan tugas-tugas masa kini. Ia melukiskan gambaran dan tanda-tanda yang mengundang manusia untuk segera menarik pelajaran darinya.
Setelah pelajaran dapat ditarik kesimpulannya, ternyata jiwa manusia tanpa disadari terseret serta terpesona oleh kedalaman dan keluasan makna Al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran sebagai mukjizat terbukti menjadi modal kehidupan dunia dan akhirat.
Masihkah Al-Quran bersama kita?Masih adakah Al-Quran selalu bersama kita merupakan pernyataan tegas terhadap sikap, prilaku dan kondisi internal keberagamaan ummat Islam di tengah arus modernisasi sebagai suatu proses perkembangan dalam peradaban manusia.
Apalagi sekarang ini, ummat islam Indonesia sedang menanti datangnya pemimpin baru yang dengan tulus ikhlas membawa perubahan struktural kondisi kebangsaan dan menjadi tiang penyanggah yang kuat dari rapuhnya keyakinan (tauhid) dan robohnya nilai-nilai sosial kemanusiaan bahkan mampu membuka bendungan ekonomi yang mensejahterakan setelah sekian lama tersendat oleh kepentingan ideologis maupun golongan tertentu.
Melalui momentum Nuzulul Quran ini, pernyataan “Masihkah Al-Quran bersama kita” menjadi sebuah gugatan terhadap prilaku dan keyakinan yang belum selalu berdampingan dengan Al-Quran bahkan menyatu dengannya.
Al-Quran sebagai risalah terakhir yang sempurna dan universal bagi seluruh ummat manusia dengan konsep tanzil-turun, membawa atau menurunkan banyak pesan yang harus direpresentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya media seruan yang dimunculkan dalam ayat al-Quran, baik yang diseru “Wahai manusia”, “Bani Adam”, “Orang-orang beriman dan kaf ir” ataupun Ahli Kitab.
Melalui risalah Muhammad, Allah SWT menurunkan al-Quran saat manusia sedang mengalami kekosongan para rasul, kemunduran akhlak dan kehancuran problem kemanusiaan, sosial politik dan ekonomi. Pada setiap problem itu, al-Quran meletakkan sentuhannya yang mujarrab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia selanjutnya yang relevan di setiap zaman.
Sejak diturunkannya sampai dengan sekarang al-Quran tidak pernah terlepas dari suatu tradisi yang sedang berjalan. Dengan kata lain, pesan-pesan al-Quran selalu berhubungan dengan pribadi atau masyarakat yang mengganggapnya sakral atau sebagai sentralitas etika universal.
Jika melihat kondisi ummat Islam pada saat al-Quran diturunkan, melalui momentum nuzulul Quran ini, semua peristiwa di masa lalu itu dibangkitkan melalui perenungan. Jadi ada kesamaan konteks ketika al-Quran diturunkan pertama kali dengan kondisi terkini yang secara sosial, politik, ekonomi dan agama memang sedang mengalami kebobrokan dan membutuhkan pemecahannya.
Untuk itu, ummat Islam sebagai ummat yang terbaik mengemban tugas berat yang berkaitan dengan memahami, mengilhami dan melakukan tanggung jawab. Karena memahami dan menaf sirkan adalah bentuk yang paling mendasar dari keberadaan manusia dimuka bumi yang memiliki
jabatan sebagai khalifah.
Dengan demikian, eksistensi ummat Islam sebagai ummat yang terbaik tidak diragukan. Dengan bantuan ilmu pengetahuan dan agama, peristiwa Nuzulul Quran yang terjadi beberapa abad yang lalu menjadi sesuatu yang berkesinambungan hingga kini.
Masa lalu tidaklah usang dan ia menjadi pendahulu masa kini. Maka dari itu, upaya memahami makna nuzulul Quran pada saat sekarang ini sama sekali tidak menghilangkan makna dan konteks terdahulu, melainkan merangkumnya untuk kemudian diteruskan hingga kini. Ada semacam harapan yang harus terpenuhi dalam menghadapi tantangan global saat ini sebagaimana Rasulullah juga menghadapi tantangan dan ujian yang berat.
Setelah melihat konteks nuzulul Quran, tugas selanjutnya ialah melakukan kontektualisasi ajaran dan pesan yang terkandung dalam peristiwa nuzulul Quran. Kita harus selalu berdampingan dengan al-Quran dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan. Persahabatan kita dengan al-Quran baru sebatas pragmatis dan belum menjadi sesuatu yang harmonis sehingga al-Quran belum membuka solusi terhadap problem kehidupan.
Selain itu, ketika def inisi konkrit dari nilai-nilai al-Quran ialah menghadirkannya dalam pikiran dan realita semakin berkurang intensitasnya sehingga membacanya yang dianggap sebagai ibadah hanya menjadi bacaan biasa karena dibaca tanpa pengamalan dan penghayatan.
Terjadi pengaburan pada batas-batas norma dan etika. kekacauan dan ketidakdisiplinan di kubu wakil rakyat yang masih sulit diverif ikasi dalam memberikan keterangan tentang identitas individu dalam proses pemilu menunjukkan keremangan nasib bangsa. Pantaskah mereka mewujudkan keadilan sosial yang menyeluruh jika kejujuran belum menjadi dasar kursi kepemimpinan.
Masalah lainnya adalah ekonomi yang perlu mendapatkan perhatian serius. Asumsi tentang indikator pertumbuhan dipahami dengan meratanya volume perdagangan, padahal pengentasan kemiskinan masih berjalan di tempat dan belum menemukan solusi yang berarti.
Ketika Negara gagal merepresentasikan kepentingan warga lemah, melalui momentum Nuzulul Quran, kepentingan membangun Negara digugat. Di samping itu angka pengangguran semakin bertambah di tengah laju pertumbuhan ekonomi.
Kasus rendahnya adaptasi lulusan sekolah menjadi tuntutan pasar sekaligus menjadi persoalan pertama dalam mengatasi kemiskinan global. Belum lagi Lembaga pemerintah yang terpercaya dalam memberantas kasus korupsi ternyata gagal dalam mengungkap kasus korupsi yang terencana dan professional.
Keterlibatan sejumlah pejabat tinggi Negara dan kejaksaan membuat tidak ada lagi yang bisa dipercaya dalam menegakkan keadilan. Pejabat dan wakil rakyat miskin secara hati nurani sehingga menghasilkan mentalitas koruptor.
Sedemikian parahkah Negeri ini? korupsi dinyatakan sebagai akibat sikap mentalitas bangsa Indonesia yang suka menerabas yaitu mentalitas yang terkait dengan trend hidup masa kini yaitu, konsumerisme dan hedonisme yang berikutnya menghasilkan sikap permisif.
Mereka hanya memikirkan kesenangan diri tanpa memperdulikan klaim negatif dari norma sosial. Mereka mengaburkan batas etika. Korupsi menjadi sebuah kejahatan yang struktural sebagai hasil interaksi sosial yang berulang dan terpola. Nasionalisme yang dibanggakan telah beralih kepada nasionalisme yang simbolistis dan cendrung destruktif pada dirinya sendiri.
Jika kecendrungan manusia di zaman globalisasi yang didukung dengan kemajuan teknologi ini cendrung memperlihatkan sisi egoisitas dalam memenuhi kebutuhan materialnya, maka ada baiknya juga menggunaka ego untuk memenuhi kebutuhan spiritual kepada Allah yang sebenarnya menjadi ikatan primordial antara hamba dan Tuhan-Nya (Hablum min Allah wa hablum minan-naas).
Karena secara psikologis ego merupakan pusat pencerapan dan kesadaranyang memberi kesempatan dan kemampuan untuk memiliki kesadaran diri sepenuhnya. Dan ego tidak lagi dipahami dengan opini negatif.
Kesadaran yang mendasar terhadap perisitiwa Nuzulul Quran memberikan akses kepada esensi al-Quran dengan keanekaragaman dimensi dan nilai holisitiknya. Bersamaan dengan itu keraguan terhadap al-Quran hilang dan digantikan dengan keyakinan yang teguh. Keyakinan yang teguh kepada al-Quran setelah dengan melakukan pencerapan dan penghayatan dapat membuka pintu-pintu hidayahnya sebagai sumber etika dan nilai universal.
Al-Quran sebagai Kalamullah secara komprehensif terbukti telah mencerahkan eksistensi kebenaran dan moral manusia. Mukjizat dan wahyu yang menjadi kitab bagi ummat Islam khususnya dan seluruh ummat pada umumnya tidak habis-habisnya menguraikan secara detail subtansi kebenaran. Ayat-ayatnya senantiasa melahirkan interpretasi filosofis yang menggugat infiltrasi pemikiran kebenaran semu bahkan menyesatkan dari para pemikir non wahyu.
Al-Quran yang membuka ruang penafsiran secara tipikal menukik pada akal orisinil dan langsung menyentuh aspek mendasar dalam kehidupan, yaitu etika dan moral dalam hubungannya sebagai hamba dengan Sang Khaliq-Allah.
Salah satu penyebab utama kekerasan dan konflik yang dialami ummat manusia karena tidak menjadikan al-Quran sebagai sumber nilai etika dan moral. Keadaan ini menurut Harun Yahya seorang Filsuf Islam Kontemporer adalah dengan mengupayakan nilai-nilai moral dan etika dalam al-Quran diberlakukan dalam kehidupan.
Allah Swt telah berbicara dalam al-Quran tentang kaidah besar seperti keadilan, perdamaian, kebenaran, Iman dan Islam. Dia juga berbicara tentang muamalah dan pandangan hidup. Problem apapun yang terjadi, krisis apapun yang berlaku, solusi dan penawarannya ada di dalam al-Quran.
Dengan semangat baru, Nuzulul quran menjadi momentum efektif jika Al-Quran dijadikan sebagai solusi problem kehidupan yang memberitahukan tuntutan yang harus dilaksanakannya dalam membangkitkan berbagai niiai yang diinginkan dalam penyucian jiwa.
Membaca al-Quran sebagai jalan mencari solusi juga menyempurnakan ibadah lainnya. Ia dapat berfungsi dengan baik jika dalam membacanya disertai dengan adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan mentadabburinya yang akhirnya banyak mendatangkan manfaat berupa petunjuk dari Allah, inspirasi dan basis imajenasi.
Bertadabbur berarti memperhatikan dan merenungi makna-maknanya. Bahkan Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang menghendaki ilmu orang-orang yang terdahulu dan ilmu orang-orang yang akan datang, hendaklah ia mendalami Al-Quran“.
Kitab Ummat islam ini memberikan pedoman serta jalan yang lurus yang mampu menghindari buruknya kesesatan. Etika kehidupan dan akhlak kan’mah terangkum dalam Al-Quran. Bahkan, Rasulullah sendiri dibina akhlaknya langsung oleh Al-Quran.
Melalui Nuzulul Quran ini, mari bersama membangun Indonesia dengan spririt keimanan dan keislaman. Menjadikan akhlak Rasulullah sebagai basis sumber daya manusia. Akhirnya Nuzulul Quran di masa lalu membawa pesan yang sama di masa kini dan akan selalu menjadi landasan structural yang abadi di masa mendatang. Amin.
Sumber : Indah Mulya, Edisi no. 490 Th. VI - 14 September 2008

Bagaimana Kita Merayakan Nuzulul Quran?



Saudaraku! Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di sekitar anda merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah sejarah umat manusia. Dan mungkin juga anda termasuk yang turut serta merayakan dan memperingati kejadian itu. Tahukah anda sejarah apakah yang saya maksudkan?
Kejadian sejarah itu adalah Nuzul Qur’an; diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. البقرة 185
“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185)
Peringatan terhadap turunnya Al Qur’an diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.
Pernahkan anda bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?
Anda merasa ingin tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Simaklah penuturan sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu tentang apa yang beliau lakukan.
كَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ . رواه البخاري
“Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Qur’an bersamanya.” (Riwayat Al Bukhari)
Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermudarasah, membaca Al Qur’an bersama Malaikat Jibril alaihissalam di luar shalat. Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Qur’an dalam shalatnya. Anda ingin tahu, seberapa banyak dan seberapa lama beliau membaca Al Qur’an dalam shalatnya?
Simaklah penguturan sahabat Huzaifah radhiallahu ‘anhu tentang pengalaman beliau shalat tarawih bersama Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:
الله أكبر ذُو الجَبَرُوت وَالْمَلَكُوتِ ، وَذُو الكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya lagi dengan surat An Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon perlindungan. …. Sejak usai dari shalat Isya’ pada awal malam hingga akhir malam, di saat Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat rakaat.” (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)
Demikianlah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingati turunnya Al Qur’an pada bulan ramadhan, membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya. Tidak hanya berhenti pada mudarasah, beliau juga banyak membaca Al Qur’an pada shalat beliau, sampai-sampai pada satu raka’at saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’, atau sebanyak 5 juz lebih.
Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, dan demikianlah cara beliau memperingati turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta makan-makan, apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari.
Bandingkan apa yang beliau lakukan dengan yang anda lakukan. Sudahkah anda mengetahui betapa besar perbedaannya?
Anda juga ingin tahu apa yang dilakukan oleh para ulama’ terdahulu pada bulan Ramadhan?
Imam As Syafi’i pada setiap bulan ramadhan menghatamkan bacaan Al Qur’an sebanyak enam puluh (60) kali.
Anda merasa sebagai pengikut Imam As Syafi’i? Inilah teladan beliau, tidak ada pentas seni, pesta makan, akan tetapi seluruh waktu beliau diisi dengan membaca dan mentadaburi Al Qur’an.
Buktikanlah saudaraku bahwa anda adalah benar-benar penganut mazhab Syafi’i yang sebenarnya.
Al Aswab An Nakha’i setiap dua malam menghatamkan Al Qur’an.
Qatadah As Sadusi, memiliki kebiasaan setiap tujuh hari menghatamkan Al Qur’an sekali. Akan tetapi bila bulan Ramadhan telah tiba, beliau menghatamkannya setiap tiga malam sekali. Dan bila telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau senantiasa menghatamkannya setiap malam sekali.
Demikianlah teladan ulama’ terdahulu dalam memperingati sejarah turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta ria, makan-makan, apa lagi na’uzubillah pentas seni, tari-menari, nyanyi-menyanyi.
Orang-orang seperti merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Ta’ala:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاء وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ . الزمر23
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (Qs. Az Zumar: 23)
Dan oleh firman Allah Ta’ala:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. الأنفال 2-4
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka, Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (Qs. Al Anfaal: 2-4)
Adapun kita, maka hanya kerahmatan Allah-lah yang kita nantikan. Betapa sering kita membaca, mendengar ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi semua itu seakan tidak meninggalkan bekas sedikitpun. Hati terasa kaku, dan keras, sekeras bebatuan. Iman tak kunjung bertambah, bahkan senantiasa terkikis oleh kemaksiatan. Dan kehidupan kita begitu jauh dari dzikir kepada Allah.
Saudaraku! Akankan kita terus menerus mengabadikan keadaan kita yang demikian ini? Mungkinkah kita akan senantiasa puas dengan sikap mendustai diri sendiri? Kita mengaku mencintai dan beriman kepada Al Qur’an, dan selanjutnya kecintaan dan keimanan itu diwujudkan dalam bentuk tarian, nyayian, pesta makan-makan?
Kapankah kita dapat membuktikan kecintaan dan keimanan kepada Al Qur’an dalam bentuk tadarus, mengkaji kandungan, dan mengamalkan nilai-nilainya?
Tidakkah saatnya telah tiba bagi kita untuk merubah peringatan Al Qur’an dari pentas seni menjadi bacaan dan penerapan kandungannya dalam kehidupan nyata?
***
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri (lulusan Universitas Islam Madinah)
Artikel www.pengusahamuslim.com

Ramadhan Kareem 1432 H

  

marhaban ahlan wa sahlan ya shahra ramadan
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-nur
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-fuqara'
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-du`a'i wa al-wuquf
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-ihsan
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-fawzi wa al-falah
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-da`wati wa al-irshad
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-masabiha wa al-qanadil
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-mala'ikati wa al-salam
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-mutheerati wa al-asabb
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-ajri wa al-jaza'
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-sa`ada
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-wasli wa al-wisal
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-qur'an
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-ijtima`
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-tawbati wa al-ruju`
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-fuqara'i wa al-du`afa'
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-`usat
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-munajati wa al-tasbih
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-tarawiha wa al-qiyam
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-khaza'ini wa al-kunuz
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-iftari wa al-suhur
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-du`afa'
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al-sabri wa al-siyam
marhaban ahlan wa sahlan ya shahr al- nazzal ul quran

PANDUAN AMALIAH RAMADHAN

I. MASYRU’IYAT & MATLAMAT

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa” (QS. Al-Baqarah:183 ).
“Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil), karena itu barangsiapa di antaramu menyaksikan (masuknya bulan ini) maka hendaklah ia puasa… ” (Al-Baqarah:185).
“Islam didirikan di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Ka’bah” ( HR. Bukhari-Muslim).
“Diriwayatkan dari Thalhah bin ‘ Ubaidillah ra., bahwa sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Nabi Saw, ia berkata, Wahai Rasulullah, beritakan kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah atas diriku. Beliau bersabda: puasa Ramadhan. Lalu orang itu bertanya lagi: Adakah puasa lain yang diwajibkan atas diriku? Beliau bersabda: tidak ada, kecuali bila engkau puasa Sunnah”.
II. KEUTAMAAN RAMADHAN & BERAMAL DI DALAMNYA
“Ketika datang bulan Ramadhan, sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan- Setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada suatu malam yang nilanya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa diharamkan kebaikannya (tidak beramal baik di dalamnya), sungguh telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini)” ( HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).
“Diriwayatkan dari Urfujah, ia berkata, aku berada di tempat ‘Uqbah bin Furqad, maka masuklah ke tempat kami seorang dari Sahabat Nabi Saw ketika Utbah melihatnya ia merasa takut padanya, maka ia diam. Ia berkata: maka ia menerangkan tentang puasa Ramadhan, ia berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda tentang bulan Ramadhan: Pada bulan Ramadhan ditutup seluruh pintu neraka, dibuka seluruh pintu surga, dan dalam bulan ini setan dibelenggu’. Selanjutnya ia berkata : ‘Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu menyeru: Wahai orang yang selalu beramal kebaikan, bergembiralah Anda, dan wahai orang-orang yang berbuat kejelekan, berhentilah (dari perbuatan jahat). Seruan ini terus didengungkan sampai akhir bulan Ramadhan” (HR. Ahmad dan Nasai).
“Shalat lima waktu, shalat Jum’at sampai shalat Jum’at berikutnya, puasa Ramadhan sampai puasa Ramadhan berikutnya, adalah menutup dosa-dosa (kecil) yang diperbuat di antara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi” (HR. Muslim).
“Puasa dan Qur’an itu memintakan syafa’at seseorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa berkata: Wahai Rabbku, aku telah mencegah dia memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya pada siang hari, maka berilah aku hak untuk memintakan syafa’at baginya. Dan berkata pula Al-Qur’an: Wahai Rabbku, aku telah mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku ), maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memintakan syafaat” (HR. Ahmad, Hadits Hasan).
“Sesungguhnya bagi surga itu ada sebuah pintu yang disebut ‘Rayyaan’. Pada hari kiamat dikatakan: Di mana orang yang puasa (untuk masuk Jannah melalui pintu itu)? Jika yang terakhir di antara mereka sudah memasuki pintu itu, maka ditutuplah pintu itu.” (HR. Bukhary-Muslim).
“Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang” (HR. Bukhary-Muslim).
III. RUKUN PUASA
1. “Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (Al-Baqarah:187).
2. “Yang dimaksud (‘hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam’) adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar)” (H.R. Bukhary Muslim).
3. “Dan tidaklah mereka disuruh kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlashkan ketaatan untuk-Nya” (Al-Bayyinah:5).
4. “Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan” (HR Bukhary dan Muslim).
5. “Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Dawud, Hadits Shahih).
Keterangan ayat dan hadit di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa rukun puasa Ramadhan adalah sebagai berikut :
a. Berniat sejak malam hari (dalil 3, 4, dan 5).
b. Menahan makan, minum, jima’ dengan isteri pada siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (dalil 1 dan 2).
IV. YANG DIWAJIBKAN PUASA RAMADHAN.
1. “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian untuk puasa, sebagaimana yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertakwa” (Al-Baqarah:183).
2. “Diriwayatkan dari Ali ra., ia berkata, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda, telah diangkat pena (kewajiban syar’i/ taklif) dari tiga golongan: dari orang gila sehingga dia sembuh, dari orang tidur sehingga bangun, dan dari anak-anak sampai ia bermimpi/dewasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keterangan di atas mengajarkan kepada kita, yang diwajibkan puasa Ramadhan adalah: setiap orang beriman baik lelaki maupun wanita yang sudah baligh/dewasa dan sehat akal /sadar.
V. YANG DILARANG PUASA
“Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. ia berkata, saat kami haidh pada masa Rasulullah Saw, kami dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah mengqadha shalat ” (HR Bukhary-Muslim).
Wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.
VI. YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN
1. “(Masa yang diwajibkan kamu puasa itu ialah) bulan Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur’an, menjadi pertunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan) antara yang haq dengan yang bathil. Karenanya, siapa saja dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia puasa di bulan itu; dan siapa saja yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah ia berbuka, kemudian wajiblah ia puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadhan), dan supaya kamu membesarkan Allah karena mendapat pertunjukNya, dan supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah:185.)
2. “Diriwayatkan dari Mu’adz , ia berkata : Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan atas nabi untuk puasa, maka Dia turunkan ayat (Al-Baqarah:183-184), maka pada saat itu barangsiapa mau puasa dan barangsiapa mau memberi makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain (Al-Baqarah:185), maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim dan sehat dan diberi rukhsah (keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir dan ditetapkan cukup memberi makan orang misikin bagi orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu puasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Baihaqi, dengan sanad shahih).
3. “Diriwayatkan dari Hamzah Al-Islamy, Wahai Rasulullah, aku dapati bahwa diriku kuat untuk puasa dalam safar, berdosakah saya? Maka beliau bersabda, hal itu adalah merupakan kemurahan dari Allah Ta’ala, maka barangsiapa yang menggunakannya, maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk terus puasa maka tidak ada dosa baginya” (HR. Muslim)
4. “Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudry ra., ia berkata, kami bepergian bersama Rasulullah saw. ke Makkah, sedang kami dalam keadaan puasa Selanjutnya ia berkata: Kami berhenti di suatu tempat. Maka Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya kamu sekalian sudah berada di tempat yang dekat dengan musuh kalian, dan berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu. Ini merupakan rukhsah, maka di antara kami ada yang masih puasa dan ada juga yang berbuka. Kemudian kami berhenti di tempat lain. Maka beliau juga bersabda: Sesungguhnya besok kamu akan bertemu musuh, berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu sekalian, maka berbukalah. Maka ini merupakan kemestian, kami pun semuanya berbuka. Selanjutnya bila kami bepergian beserta Rasulullah saw. kami puasa” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
5. “Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudry ra. ia berkata: Pada suatu hari kami pergi berperang beserta Rasulullah saw. pada bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang puasa dan di antara kami ada yang berbuka. Yang puasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak mencela yang puasa. Mereka berpendapat bahwa siapa yang mendapati dirinya ada kekuatan lalu puasa, hal itu adalah baik dan barangsiapa yang mendapati dirinya lemah lalu berbuka, maka hal ini juga baik” (HR. Ahmad dan Muslim)
6. “Dari Jabir bin Abdullah : Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pergi menuju ke Makkah pada waktu fathu Makkah, beliau puasa sampai ke Kurraa’il Ghamiim dan semua manusia yang menyertai beliau juga puasa. Lalu dilaporkan kepada beliau bahwa manusia yang menyertai beliau merasa berat, tetapi mereka tetap puasa karena mereka melihat apa yang tuan amalkan (puasa). Maka beliau meminta segelas air lalu diminumnya. Sedang manusia melihat beliau, lalu sebagian berbuka dan sebagian lainnya tetap puasa. Kemudian sampai ke telinga beliau bahwa masih ada yang nekad untuk puasa. Maka beliaupun bersabda: mereka itu adalah durhaka” (HR. Tirmidzy).
7. “Ucapan Ibnu Abbas: wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah memberi makan orang miskin ” (HR. Abu Dawud).
8. “Diriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar: Bahwa sesungguhnya istrinya bertanya kepadanya ( tentang puasa Ramadhan ), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka ia menjawab: Berbukalah dan berilah makan sehari seorang miskin dan tidak usah mengqadha puasa” (Riwayat Baihaqi).
9. “Diriwayatkan dari Sa’id bin Abi ‘Urwah dari Ibnu Abbas beliau berkata: Apabila seorang wanita hamil khawatir akan kesehatan dirinya dan wanita yang menyusui khawatir akan kesehatan anaknya jika puasa Ramadhan. Beliau berkata: Keduanya boleh berbuka (tidak puasa) dan harus memberi makan sehari seorang miskin dan tidak perlu mengqadha puasa” (HR.Ath-Thabari dengan sanad shahih di atas syarat Muslim, kitab Al-Irwa, jilid IV hlm. 19).
Orang mu’min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha pada bulan lain, ialah:
1. Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
2. Orang yang bepergian (musafir). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.
3. Orang mu’min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena:
4. Umurnya sangat tua dan lemah.
5. Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
6. Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
7. Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
8. Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan (dalil 2,7,8 dan 9).
VII. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
1. “Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam (fajar), lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (Al-Baqarah:187).
2. “Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum ” (Hadits Shahih, riwayat Al-Jama’ah kecuali An-Nasai).
3. “Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal) (HR. Abu Daud dan At-Tirmidziy).
4. “Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata: saat kami berhaidh (datang bulan) pada masa Rasulullah saw. kami dilarang puasa dan diperintah untuk mengqadhanya dan kami tidak diperintah untuk mengqadha shalat” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
5. “Diriwayatkan dari Hafshah, ia berkata : Telah bersabda Nabi saw. Barangsiapa yang tidak berniat untuk puasa (Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Daud).
6. “Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah saya terlanjur menyetubuhi istri saya (pada siang hari) padahal saya dalam keadaan puasa (Ramadhan ), maka Rasulullah Saw bersabda: Punyakah kamu seorang budak untuk dimerdekakan? Ia menjawab: Tidak. Rasulullah Saw bersabda: Mampukah kamu puasa dua bulan berturut-turut? Lelaki itu menjawab: Tidak. Beliau bersabda lagi: Punyakah kamu persediaan makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Lalu beliau diam, maka ketika kami dalam keadaan semacam itu, Rasulullah datang dengan membawa satu keranjang kurma, lalu bertanya: di mana orang yang bertanya tadi? Ambilah kurma ini dan shadaqahkan dia. Maka orang tersebut bertanya: Apakah kepada orang yang lebih miskin dari padaku ya Rasulullah? Demi Allah tidak ada di antara sudut-sudutnya (Madinah ) keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka Nabi saw. lalu tertawa sampai terlihat gigi serinya kemudian bersabda: Ambillah untuk memberi makan keluargamu (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa (Ramadhan) ialah:
1. Sengaja makan dan minum pada siang hari. Bila terlupa makan dan minum pada siang hari, maka tidak membatalkan puasa (dalil 2).
2. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa (dalil 3).
3. Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka (dalil 5 dan 6).
4. Dengan sengaja menyetubuhi istri pada siang hari Ramadhan, ini di samping puasanya batal ia terkena sanksi berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin (dalil 7).
5. Datang bulan pada siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk Maghrib) (dalil 4).
VIII. HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU PUASA
1. Diriwayatkan dari Aisyah ra Bahwa sesungguhnya Nabi saw. dalam keadaan junub sampai waktu Shubuh sedang beliau sedang dalam keadaan puasa, kemudian mandi (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
2. Diriwayatkan dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. ia berkata kepadanya: Dan sungguh telah saya lihat Rasulullah saw. menyiram air di atas kepala beliau padahal beliau dalam keadaan puasa karena haus dan karena udara panas (HR. Ahmad, Malik dan Abu Daud).
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw berbekam sedang beliau dalam keadaan puasa (HR. Al-Bukhary).
4. Diriwayatkan dari Aisyah ra Adalah Rasulullah saw mencium (istrinya) sedang beliau dalam keadaan puasa dan menggauli dan bercumbu rayu dengan istrinya (tidak sampai bersetubuh) sedang beliau dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan birahinya (HR. Al-Jama’ah kecuali Nasa’i).
5. Diriwayatkan dari Abdullah bin Furuuj: Bahwa sesungguhnya ada seorang wanita bertanya kepada Ummu Salamah ra. Wanita itu berkata: Sesungguhnya suami saya mencium saya sedang dia dan saya dalam keadaan puasa, bagaimana pendapatmu? Maka ia menjawab: Adalah Rasulullah r pernah mencium saya sedang beliau dan saya dalam keadaan puasa (HR. Aththahawi dan Ahmad dengan sanad yang baik dengan mengikut syarat Muslim).
6. Diriwayatkan dari Luqaidh bin Shabrah : Sesungguhnya Nabi saw bersabda: Apabila kamu ber-istinsyaaq (menghisap air ke hidung) keraskan kecuali kamu dalam keadaan puasa. (HR. Ashhabus Sunan).
7. Perkataan ibnu Abbas : Tidak mengapa orang yang puasa mencicipi cuka dan sesuatu yang akan dibelinya (Ahmad dan Al-Bukhary).
Hal-hal di bawah ini bila diamalkan tidak membatalkan puasa:
1. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
2. Menta’khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh (dalil 1).
3. Berbekam pada siang hari (dalil 3).
4. Mencium, menggauli, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari (dalil 4 dan 5).
5. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya (dalil 6).
6. Disuntik pada siang hari.
7. Mencicipi makanan asal tidak ditelan (dalil 7).
IX. ADAB-ADAB PUASA RAMADHAN.
1. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: Apabila malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang matahari sudah terbenam, maka orang yang puasa boleh berbuka (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
2. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: Manusia (umat Islam ) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
3. Diriwayatakan dari Anas ra., ia berkata : Rasulullah saw berbuka dengan makan beberapa ruthaab (kurma basah ) sebelum shalat, kalau tidak ada maka dengan kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk (HR. Abu Daud dan Al-Hakiem).
4. Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu puasa hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Adalah Nabi Saw selesai berbuka Beliau berdo’a (artinya) telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap ada Insya Allah (HR. Ad-Daaruquthni dan Abu Daud hadits hasan).
6. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang) (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
7. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah (HR. Al-Bukhary).
8. Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Ma’di Yaqrib, dari Nabi saw. bersabda: Hendaklah kamu semua makan sahur, karena sahur adalah makanan yang penuh berkah (HR. An-Nasa’i).
9. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ia berkata: Kami bersahur bersama Rasulullah saw. lalu kami bangkit untuk menunaikan shalat (Shubuh ). Saya berkata: Berapa saat jarak antara keduanya (antara waktu sahur dan waktu Shubuh)? Ia berkata: Selama orang membaca limapuluh ayat (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
10. Diriwayatkan dari Amru bin Maimun, ia berkata: Adalah para sahabat Muhammad Saw adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan makan sahur (HR. Al-Baihaqi).
11. Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila salah seorang diantara kamu mendengar adzan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan hendaklah ia menyelesaikan hajatnya (makan/minum sahur) daripadanya. (HR. Ahmad dan Abu Daud dan Al-Hakiem).
12. Diriwayatkan dari Abu Usamah ra. ia berkata: Shalat telah di’iqamahkan, sedang segelas minuman masih di tangan Umar ra., ia bertanya: Apakah ini boleh saya minum wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Ya, lalu ia meminumnya (HR Ibnu Jarir).
13. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:Adalah Rasulullah saw. orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mentadaruskan beliau Al-qur’an dan benar-benar Rasulullah saw lebih dermawan tentang kebajikan (cepat berbuat kebaikan) daripada angin yang dikirim (HR Al-Bukhary).
14. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata :Adalah Rasulullah saw. menggalakkan qiyamullail (shalat malam ) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib, maka beliau bersabda: Barangsiapa yang shalat malam pada bulan Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu (HR. Jama’ah).
15. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Nabi saw. apabila memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau benar-benar menghidupkan malam (untuk beribadah) dan membangunkan istrinya (agar beribadah) dengan mengencangkan ikatan sarungnya (tidak mengumpuli istrinya). (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
16. Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Nabi saw. bersungguh-sungguh shalat malam pada sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) tidak seperti kesungguhannya dalam bulan selainnya (HR. Muslim).
17. Diriwayatkan dari Abu salamah din Abdur Rahman, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Aisyah ra: Bagaimana shalat malamnya Rasulullah saw di bulan Ramadhan? Maka ia menjawab: Rasulullah saw tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas raka’at baik bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, caranya: beliau shalat empat raka’at, jangan tanya baik dan panjangnya, lalu shalat lagi empat raka’at, jangan ditanya baik dan panjangnya, lalu shalat tiga raka’at (HR. Al-Bukhary, Muslim, dan lainnya).
18. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah Saw jika bangun shalat malam, beliau membuka dengan shalat dua raka’at yang ringan, lalu shalat delapan raka’at, lalu shalat witir. (HR. Muslim).
19. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata: Wahai Rasulullah bagaimana cara shalat malam? Maka Rasulullah menjawab: Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Apabila kamu khawatir masuk shalat Shubuh, maka berwitirlah satu raka’at (HR. Jama’ah).
20. Dari Aisyah ra. ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw shalat di masjid, lalu para sahabat shalat sesuai dengan shalat beliau (bermakmum di belakang), lalu beliau shalat pada malam kedua dan para sahabat bermakmum di belakangnya bertambah banyak, kemudian pada malam yang ketiga atau yang keempat mereka berkumpul, maka Rasulullah saw tidak keluar mengimami mereka. Setelah pagi hari beliau bersabda: Saya telah tahu apa yang kalian perbuat, tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar kepada kalian (untuk mengimami shalat) melainkan aku khawatir shalat malam ini difardhukan atas kalian. Ini terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
21. Dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: Adalah Rasulullah saw. shalat witir dengan membaca: Sabihisma Rabbikal A’la dan Qul ya ayyuhal kafirun dan Qulhu wallahu ahad. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
22. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali ia berkata: Rasulullah Saw telah mengajarkan kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam Qunut Witir (artinya) “Ya Allah berilah aku petunjuk beserta orang-orang yang telah engkau beri petunjuk, berilah aku kesehatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesehatan yang sempurna, pimpinlah aku beserta orang yang telah Engkau pimpin, Berkatilah untukku apa yang telah Engkau berikan, peliharalah aku dari apa yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tiada yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung Engkau wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
23. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Barangsiapa yang shalat malam menepati Lailatul Qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu (HR. Jama’ah).
24. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: berusahalah untuk mencari Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir. (HR. Muslim).
25. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Dinampakkan dalam mimpi seorang laki-laki bahwa Lailatul Qadar pada malam ke-27, maka Rasulullah saw. bersabda: Saya pun bermimpi seperti mimpimu (ditampakkan pada sepuluh malam terakhir, maka carilah ia (Lailatul Qadar) pada malam-malam ganjil (HR. Muslim).
26. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Saya berkata kepada Rasulullah saw. Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Tuan bila saya mengetahui Lailatul Qadar,apa yang saya harus baca pada malam itu? Beliau bersabda : Bacalah (artinya) “Yaa Allah sesungguhnya Engkau maha pemberi ampun, Engkau suka kepada keampunan maka ampunilah daku” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad ).
27. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata, Adalah Rasulullah Saw mengamalkan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
28. Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata, Adalah Rasulullah Saw jika hendak beri’tikaf, beliau shalat shubuh kemudian memasuki tempat i’tikafnya… (HR. Jama’ah kecuali At-Tirmidzi).
29. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah Saw jika beri’tikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku menyisirnya, dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena untuk memenuhi hajat manusia (buang air, mandi, dll…) (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
30. “Janganlah kalian mencampuri mereka (istri-istri kalian) sedang kalian dalam keadaan i’tikaf dalam masjid. Itulah batas-batas ketentuan Allah, maka jangan didekati” (Al-Baqarah:187).
31. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw, setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali puasa, ia adalah untukku dan aku yang memberikan pahala dengannya. Dan sesungguhnya puasa itu adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu puasa janganlah berbuat keji, jangan berteriak-teriak (pertengkaran), apabila seorang memakinya sedang ia puasa maka hendaklah ia katakan: “Sesungguhnya saya sedang puasa”. Demi jiwa Muhammad yang ada di tangan-Nya, sungguh bau busuknya mulut orang yang sedang puasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, jika ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan bila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena puasanya (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
32. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda, barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat (untuk menerima) dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya (HR. Jama’ah Kecuali Muslim). Maksudnya, Allah tidak merasa perlu memberi pahala puasanya.
33. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar yang sering di panggil Ummu Sinan: Apa yang menghalangimu untuk melakukan haji bersama kami? Ia menjawab: Keledai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh ayahnya si fulan (suaminya ) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain di pakai untuk memberi minum anak-anak kami. Nabi pun bersabda lagi: Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku (HR. Muslim).
34. “Apabila datang bulan Ramadhan kerjakanlah umrah karena umrah di dalamnya (bulan Ramadhan) setingkat dengan haji (HR. Muslim).
Ayat dan hadits-hadits di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengamalkan puasa Ramadhan kita perlu melaksanakan adab-adab sebagai berikut:
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib (dalil 6). Sunnah berbuka adalah disegerakan, yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti kurma, air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat (dalil 2, 3, dan 4). Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu (dalil 6).
2. Makan sahur (dalil 7 dan 8). Adab-adab sahur: dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh (dalil 9 dan 10) dan jika pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh. (dalil 11 dan 12). Imsak tidak ada sunnahnya dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabi’in.
3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-Qur’an (dalil 13).
4. Menegakkan shalat malam/shalat tarawih dengan berjama’ah dan lebih digiatkan pada sepuluh malam terakhir (dalil 14, 15, dan 16). Cara shalat tarawih adalah dengan berjama’ah (dalil 19), tidak lebih dari 11 (sebelas) raka’at, yakni salam tiap dua raka’at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka’at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka’at (dalil 17), dibuka dengan dua raka’at yang ringan (dalil 18).
5. Berusaha menepati Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati Lailatul Qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : “Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada keampunan maka ampunilah aku” (dalil 25 dan 26).
6. Mengerjakan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir (dalil 27). Cara i’tikaf: setelah Shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i’tikaf di masjid (dalil 28), tidak keluar dari tempat i’tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak (dalil 29), dan tidak mencampuri istri selama i’tikaf (dalil 30).
7. Mengerjakan umrah (dalil 33 dan 34).
8. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran (dalil 31 dan 32). Wallahu a’lam bish-shawab. (Sumber: Ustadz Abu Rasyid, sabah.org.my).*
Maroji’1. Al-Qur’anul Kariem, 2. Tafsir Aththabariy. 3. Tafsir Ibnu Katsier. 4. Irwaa-Ul Ghaliel, Nashiruddin Al-Albani. 5. Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq. 6. Tamaamul Minnah, Nashiruddin Al-Albani.*